Senin, 30 November 2009

Konflik

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Faktor penyebab konflik
1. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

Jenis-jenis konflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :
1. konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
2. konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
3. konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
4. konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
5. konflik antar atau tidak antar agama
6. konflik antar politik.
Akibat konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
1. meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
2. keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
3. perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
4. kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
5. dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
1. Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
2. Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
3. Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
4. Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

Contoh konflik
1. Konflik Vietnam berubah menjadi perang.
2. Konflik Timur Tengah merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga timbul kekerasan. hal ini dapat dilihat dalam konflik Israel dan Palestina.
3. Konflik Katolik-Protestan di Irlandia Utara memberikan contoh konflik bersejarah lainnya.
4. Banyak konflik yang terjadi karena perbedaan ras dan etnis. Ini termasuk konflik Bosnia-Kroasia (lihat Kosovo), konflik di Rwanda, dan konflik di Kazakhstan.A





Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik

Senin, 02 November 2009

BEBERAPA CONTOH TEORI MOTIVASI

Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan dan memelihara perilaku manusia., dan merupakan suatu proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang kita inginkan. Seorang karyawan mungkin menjalankan pekerjaan yang dibebankan kepadanya dengan baik, mungkin pula tidak. Maka dari itu hal tersebut merupakan salah satu tugas dari seorang pimpinan untuk bias memberikan motivasi (dorongan0kepada bawahannya agar bias bekerja sesuai dengan arahan yang diberikan.
Content Theory
Content theory berkaitan dengan beberapa nama seperti Maslow, Mc, Gregor, Herzberg, Atkinson dan McCelland.

• Teori Hierarki Kebutuhan, menurut maslow didalam diri setiap manusia ada lima jenjang kebutuhan, yaitu:
- faali (fisiologis)
- Keamanan, keselamatan dan perlindungan
- Sosial, kasih saying, rasa dimiliki
- Penghargaan, rasa hormat internal seperti harga diri, prestasi
- Aktualisasi-diri, dorongan untuk menjadi apa yang mampu ia menjadi.
Jadi jika seorang pimpinan ingin memotivasi seseorang, menurut maslow, pimpinan perlu memahami sedang berada pada anak tangga manakah bawahan dan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan dia atas tingkat itu.

• Teori X dan Y , teori yang dikemukakan oleh Douglas McGregor yang menyatakan bahwa dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia, pada dasarnya satu negative (teori X) yang mengandaikan bahwa kebutuhan order rendah mendominasi individu, dan yang lain positif (teori Y) bahwa kebutuhan order tinggi mendominasi individu.

• Teori Motivasi – Higiene, dikemukakan oleh psikolog Frederick Herzberg, yang mengembangkan teori kepuasan yang disebut teori dua faktor tentang motivasi. Dua factor itu dinamakan factor yang membuat orang merasa tidak puas atau factor-faktor motvator iklim baik atau ekstrinsik-intrinsik tergantung dari orang yang membahas teori tersebut. Faktor-faktor dari rangkaian ini disebut pemuas atau motivator yang meliputi:
- prestasi (achievement)
- Pengakuan (recognition)
- Tanggung Jawab (responsibility)
- Kemajuan (advancement)
- Pkerjaan itu sendiri ( the work itself)
- Kemungkinan berkembang (the possibility of growth)

• Teori kebutuhan - McClelland, teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan
- prestasi (achievement)
- Kekuasaan (power)
- Afiliasi (pertalian)

• Teori Harapan – Victor Vroom, teori ini beragumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut. Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar kesuatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.

• Teori Keadilan, teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaan, individu bekerja untuk mendapat tukaran imbalan dari organisasi

• Reinforcement theory, Teori ini tidak menggunakan konsep suatu motive atau proses motivasi. Sebaliknya teori ini menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku dimasa yang lalu mempengaruhi tindakan dimasa yang akan dating dalam proses pembelajaran.
Berbagai pandangan tentang motivasi dalam organisasi.


1. Organizational Justice (Keadilan Organisasi)
Karyawan yang bekerja di sebuah organisasi akan berharap bahwa organisasi tersebut akan memperlakukan mereka dengan adil. Dalam artikel ini, dua sudut pandang mengenai keadilan akan digunakan:

* Menurut Equity Theory (Adams, dalam Donovan, 2001), karyawan menganggap partisipasi mereka di tempat kerja sebagai proses barter, di mana mereka memberikan kontribusi seperti keahlian dan kerja keras mereka, dan sebagai gantinya mereka mengharapkan hasil kerja baik berupa gaji ataupun pengakuan. Di sini, penekanannya adalah pada persepsi mengenai keadilan antara apa yang didapatkan karyawan relatif terhadap apa yang mereka kontribusikan.
* Cara lain untuk melihat Keadilan Organisasi adalah melalui konsep Procedural Justice. Di sini, penekanannya adalah apakah prosedur yang digunakan untuk membagikan hasil kerja pada para karyawan cukup adil atau tidak (Donovan, 2001).
Contoh Kasus:
Setelah adanya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) besar-besaran, motivasi pekerja di sebuah perusahaan biasanya cukup rendah. Ini bisa jadi disebabkan karena karyawan mempersepsi adanya ketidakadilan, baik dari sudut pandang Equity Theory maupun Procedural Justice. Ketika perusahaan memecat karyawan yang telah memberikan kontribusi berupa kerja keras dan keahlian, karyawan mempersepsi bahwa ketidakadilan telah terjadi.

Situasi bisa diperburuk melalui prosedur PHK. Seringkali, alasan mengapa PHK dilakukan hanya diberikan melalui memo atau penjelasan singkat dari manajemen level bawah, tanpa adanya pertemuan tatap muka dengan para pembuat keputusan di manajemen level atas, sehingga karyawan tidak memiliki kesempatan untuk bertanya atau memberikan pendapatnya. Dalam situasi seperti ini, karyawan tidak diberikan cukup kesempatan untuk membentuk justifikasi kognitif dalam benak mereka mengenai mengapa PHK itu diperlukan. Hal ini patut disayangkan karena penelitian telah menunjukkan bahwa digunakannya penjelasan yang masuk akal disertai empati cenderung dapat meminimalkan efek negatif dari keadaan yang tidak adil (Greenberg, 1990).

Equity Theory juga menjelaskan bahwa setelah persepsi ketidakadilan terbentuk, karyawan akan mencoba meraih kembali keadilan dengan mengurangi jumlah kontribusi mereka (Adams, dalam Donovan, 2001). Misalnya, karyawan bisa saja mulai datang terlambat ke kantor atau bahkan absen sama sekali, dengan tujuan mengurangi waktu dan kerja keras yang mereka kontribusikan pada perusahaan.

Menurut Withdrawal Progression Model, para pekerja di atas kemungkinan akan memulai reaksi mereka dengan tindakan-tindakan ringan seperti datang terlambat, sebelum beralih ke tindakan yang lebih berat, seperti absen, dan pada akhirnya keluar dari perusahaan (Johns, 2001). Memang belum tentu semua karyawan yang tidak puas akan keluar dari perusahaan, karena masih ada factor-faktor lain yang turut mempengaruhi seperti tingkat pengangguran di lokasi tersebut serta tingkat ketersediaan pekerjaan lain yang dianggap menarik oleh para karyawan tersebut (Hom and Kinicki, 2001). Namun, bahkan dalam situasi di mana karyawan tidak dapat keluar dari perusahaan, mereka akan terus melanjutkan pelanggaran-pelanggaran selama mereka masih merasa tidak puas (Johns, 2001). Ini tentu saja merupakan sesuatu yang sulit diterima oleh perusahaan. Karena itu, beberapa rekomendasi akan diberikan dalam Contoh Kasus ini untuk mengurangi perilaku dan sikap yang tidak diinginkan ini.

Rekomendasi: Pertemuan karyawan dengan manajemen serta peninjauan kembali kebijakan perusahaan. Seperti yang telah dijelaskan dalam teori Organisational Justice (Keadilan Organisasi), ketika karyawan mempersepsi adanya ketidakadilan, mereka akan mengambil tindakan terhadap organisasi dengan tujuan meraih kembali keadilan (Adams, dalam Donovan, 2001). Persepsi ketidakadilan ini mungkin dapat dikurangi dengan memberikan alasan-alasan yang masuk akal mengenai mengapa ketidakadilan tersebut harus terjadi (Greenberg, 1990). Berdasarkan penelitian Greenberg (1990), penjelasan yang efektif haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut: otoritas yang tertinggi harus jujur dan menunjukkan empati terhadap para pekerja; dan keputusan yang diambil dapat dijustifikasi berdasarkan informasi yang cukup.

Kriteria-kriteria ini jika diterapkan dalam Contoh Kasus di atas mungkin akan dapat mengurangi efek negatifnya. Pertemuan dengan tujuan untuk memberikan penjelasan mengenai PHK pada seluruh karyawan sebaiknya dilakukan sesegera mungkin dengan kriteria sebagai berikut:

* Penjelasan diberikan oleh manajemen level atas.
* Para manajer dengan bersungguh-sungguh menunjukkan empati terhadap para pekerja, misalnya dengan mengucapkan bahwa mereka mengerti bagaimana perasaan para pekerja dengan adanya PHK.
* Alasan-alasan PHK dijelaskan secara detil, jika perlu didukung data finansial yang menjustifikasi PHK sebagai jalan terbaik untuk menghindarkan perusaan dari kebangkrutan
* Semua karyawan diberikan kesempatan yang cukup untuk mengajukan pertanyaan atau memberikan pendapat mengenai PHK

Setelah melakukan kegiatan di atas, untuk menghindari adanya persepsi ketidakadilan di masa yang akan datang, perusahaan dapat melakukan peninjauan kebijakan-kebijakan mereka yang berlaku saat ini. Kebijakan perlu diubah jika ada potensi untuk menimbulkan ketidakadilan, misalnya karyawan dari kelompok yang berbeda diperlakukan berbeda dalam proses PHK (mendapat kompensasi yang berbeda, atau hanya kelompok tertentu yang berhak mendapat konseling, dsb).